Tulisan Saya Di Rubrik Cermin Hati Jawa Pos Radar Kudus

ZAKAT: SOLUSI PROBLEM SOSIAL UMMAT[1]
Oleh: Ahmad Fatah, S.Pd.I, M.S.I.[2]

Kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang sangat fundamental. Zakat berkaitan erat dengan aspek ketuhanan, ekonomi dan sosial sekaligus. Aspek ketuhanan dibuktikan dengan banyaknya ayat-ayat Alquran yang menyebutkan masalah zakat, termasuk diantaranya 27 ayat yang menyandingkan kewajiban zakat dengan kewajiban shalat secara bersamaan.  Bahkan Rasulullah Saw menempatkan zakat sebagai salah satu pilar utama dalam menegakkan Islam.
Sedangkan dari aspek keadilan sosial (al `adalah ijtima`iyyah) perintah zakat dapat dipahami sebagai satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan dalam pencapaian kesejahteraan sosial ekonomi dan kemasyarakatan. Zakat diharapkan dapat meminimalisir kesenjangan (disparitas) pendapatan antara orang kaya dan orang miskin. Disamping itu zakat juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik pada level individual maupun sosial.
Lebih lanjut, Syafi`i Antonio, pakar Ekonomi Syari`ah mengatakan zakat mempunyai multiplier effect ekonomi yang luar biasa sehingga menggerakkan sektor-sektor produktif. Agar perekonomian sebuah negara menjadi seimbang, zakat itu berfungsi sebagai wealth transfer mechanism untuk menjamin distribusi kekayaan secara konstan dari mereka yang memiliki kelebihan harta (surplus) kepada mereka yang merasa kekurangan (defisit).
Jika ibadah puasa meminta ummat Islam untuk `menahan diri` dari hal konsumtif dengan menahan pengeluaran, maka zakat meminta orang menahan konsumsi dengan pengeluaran budget tertentu. Imam al-Ghazali dalam kitabnya yang monumental Ihya` Ulumuddin, memaparkan bahwa kewajiban zakat adalah alat uji derajat keimanan seorang hamba yang mencintai Allah, melalui upaya meminimalisir konsumsinya atas dasar kecintaan kepada Allah Swt.
Hal ini bermakna, seorang muslim harus dapat menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat. Akan tidak bijaksana apabila seorang muslim hanya bekerja mencari nafkah, dengan memisahkan antara bisnis dan ibadah.  Kesempurnaan ibadah memang membutuhkan dukungan materi, namun jangan sampai kehadiran materi malah membuatnya terlalu sibuk dan lupa akan ibadah. Idealnya dengan materi yang berkecukupan membantu penyempurnaan dalam ibadah. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya kesempuranaan Islam kalian adalah bila kalian menunaikan zakat bagi harta kalian” (HR. Imam Bazzar). Hadis ini dan penyebutan dalam Alquran tentang kewajiban shalat yang dibarengi dengan kewajiban zakat merupakan landasan penting adanya keterkaitan kesalehan individu dan kesalehan sosial.
Selanjutnya, zakat sebagai salah satu rukun Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini dilihat dari segi tujuan dan fungsi zakat dalam meningkatkan martabat hidup manusia dan masyarakat.  Zakat mempunyai tujuan yang banyak (multi purpose). Tujuan-tujuan itu dapat ditinjau dari berbagai aspek: Pertama, hubungan manusia dengan Allah, Kedua, hubungan manusia dengan dirinya, Ketiga, hubungan manusia dengan masyarakat, Keempat, hubungan manusia dengan harta benda.
Zakat sebagai sarana ibadah kepada Allah -sebagaimana sarana-sarana ibadah yang lain- adalah berfungsi mendekatkan diri kepada Allah. Makin taat manusia menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah, maka ia semakin dekat dengan Allah. Nabi Muhammad Saw melukiskan bagaimana dekatnya manusia dengan Allah, ialah apabila seorang hamba menolong saudara yang lainnya.
Zakat merupakan salah satu cara meberantas pandangan hidup materialistis. Dengan melaksanakan zakat, manusia dididik untuk melepaskan sebagian harta benda yang dimilikinya, dan secara pelan-pelan menghilangkan pandangan hidupnya yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup. Dengan demikian, zakat mempunyai peranan menjaga manusia dari kerusakan jiwa. Zakat membawa manusia pada kesucian diri bagi orang yang secara ikhlas melaksanakannya.
Zakat berperan memperkecil adanya ketimpangan sosial (social disparity), seperti pengangguran dan kemiskinan, sekaligus memberi solusi yang konkrit. Peran zakat disini mengurangi dan mengangkat fakir miskin dari kesulitan hidup dan penderitaan mereka, membina dan merentangkan tali solidaritas sesama manusia, mengembangkan tanggungjawab perseorangan terhadap kepentingan masyarakat dan kesejahteraan sosial, dan mendidik untuk melaksanakan disiplin dan loyalitas seseorang untuk menjalankan kewajibannya dan menyerahkan hak orang lain. Jika puasa mengajak ummat Islam untuk berempati terhadap penderitaan fakir miskin, maka zakat mengajak ummat Islam untuk ber simpati terhadap penderitaan fakir miskin. Sungguh ajaran Islam yang Humanis.
Zakat merupakan sarana pendidikan bagi manusia bahwa harta benda atau materi itu bukanlah tujuan hidup dan bukan hak mutlak manusia yang memilikinya, tetapi merupakan anugerah dan titipan dari Allah yang harus dipergunakan sebagai alat untuk mengabdikan diri kepada Allah Swt untuk menjalankan perintah agama didalam berbagai aspeknya.
Alhasil, zakat merupakan ibadah maliyyah ijtima`iyyah, artinya ibadah dibidang harta yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membangun masyarakat. Jika zakat dikelola dengan baik dan profesional (proffessional management), dalam pengambilan maupun pendistribusiannya, pasti akan mengangkat kesejahteraan masyarakat dan menjadi solusi problem sosial ummat. Wallahu A`lam bish Showab.



[1] Artikel untuk Rubrik Cermin Hati Jawa Pos Radar Kudus, 15 Februari 2013.
[2] Alumni Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus tahun 2002, memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dari Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus tahun 2007 dengan predikat Wisudawan Terbaik dan menyelesaikan Program Magister Studi Islam dari Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang tahun 2009. Penulis adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Pati (STAIP) sejak 2009-sekarang dan Dosen Luar Biasa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus sejak 2004-sekarang. Penulis juga mendapatkan penghargaan dari Bupati Kudus sebagai Juara Pemuda Pelopor Kabupaten Kudus untuk Kategori Pendidikan, 28 Oktober 2011. Penulis sekarang adalah mahasiswa Program Doktor Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang angkatan 2012.

Comments

Popular posts from this blog

Hijrah Momentum Perubahan