Rubrik Cermin Hati Jawa Pos Radar Kudus: Membumikan Akhlak


MEMBUMIKAN AKHLAK[1]
Oleh: Ahmad Fatah[2]

Segala sesuatu ketika berjumlah banyak maka akan menjadi murah harganya. Namun ada dua hal yang ketika menjadi banyak akan menjadi mahal harganya, yaitu ilmu dan akhlak. Dengan ilmu manusia dapat memahami yang benar dan salah. Dengan ilmu juga manusia dapat hidup dengan terarah dan mudah. Adapun akhlak menjadi ukuran kemuliaan dan harga diri seseorang. Dengan berakhlak yang baik manusia akan membentuk sistem sosial yang tertata dan indah. Akan tetapi orang yang berakhlak baik terkadang dianggap asing dan aneh. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya bermula datangnya Islam dianggap asing (aneh) dan akan datang kembali asing. Namun berbahagialah orang-orang asing itu. Para sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, "Ya Rasulallah, apa yang dimaksud orang asing (aneh) itu?" Lalu Rasulullah menjawab, "Orang yang melakukan kebaikan-kebaikan di saat orang-orang melakukan pengrusakan" (HR. Muslim).
Akhlak dalam ajaran Islam diterangkan dengan sangat rinci, berwawasan multi dimensi kehidupan, sistematis dan beralasan realistis. Akhlak bersifat mengarahkan, membimbing, dan membangun peradaban manusia serta mengobati penyakit sosial dari jiwa dan mental. Cakupan akhlak juga mencakup hubungan vertikal manusia kepada Allah dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam sekitar.
Dalam konteks kehidupan masyarakat modern, fenomena ketertarikan masyarakat terhadap kajian dan pengajian yang bernuansa akhlak (tasawuf) mencerminkan adanya kebutuhan masyarakat untuk mengatasi problem alienasi (keterasingan) dan split personality (kepribadian ganda) yang diakibatkan oleh modernitas. Modernitas memang memberikan kemudahan hidup namun tidak selalu memberikan kebahagiaan bagi masyarakat.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah Saw ditanya tentang hal apa yang menyebabkan paling banyak manusia masuk ke surga, maka beliau menjawab: “Taqwa kepada Allah, dan akhlaq yang baik” (HR. At Tirmidzi). Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri menjelaskan tentang makna husnul khuluq: “yaitu akhlak terhadap makhluk, dia mendekatkan diri dan menjauhkan dari sikap menyakiti mereka, dan lebih tinggi kebaikannya kepada siapa-siapa yang telah berbuat buruk kepadanya dari mereka.” Sedangkan menurut Ath Thayyibi berkata: “Sabda beliau, ’Taqwa kepada Allah’ merupakan isyarat terhadap baiknya pergaulan dengan Sang Pencipta, yakni dengan cara menjalankan semua yang diperintahkanNya  dan menjauhi dari dari apa-apa yang dilarangNya. ‘Akhlak yang baik’ merupakan isyarat terhadap baiknya pergaulan dengan sesama makhluk. Dua perangai ini akan mengantarkan kepada surga, sedangkan  yang bertentangan dengan keduanya akan masuk ke neraka. Apa yang biasa dilakukan mulut dan kemaluan, merupakan lawan dari kedua perangai itu.
Dengan demikian sangat jelas bahwa taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik memiliki dua keuntungan (double advantages) sekaligus, yaitu terciptanya kehidupan didunia yang baik dan jaminan surga diakhirat kelak.
Memaksimalkan Peran Pemuda dan Mensinergikan Trilogi Pendidikan
Upaya penting dalam membumikan akhlak diantaranya dapat ditempuh dengan dua aspek. Pertama, memaksimalkan peran pemuda dengan hal yang solutif dan kontributif. Bung Karno berkata: “Beri aku sepuluh pemuda terbaik negeri ini maka akan aku guncangkan dunia.” Kata-kata Soekarno tersebut masih sering terdengar sampai saat ini. Sebuah ungkapan yang menandakan betapa pentingnya seorang pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih pemuda Islam, para pemuda yang memiliki semangat untuk membela dan menegakkan agama Allah SWT, memiliki keteguhan hidup, selalu mencegah kepada hal yang mungkar dan selalu mengajak kepada kebaikan (ma’ruf).
Nabi Muhammad SAW adalah percontohan pemuda terbaik sepanjang masa. Beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul pada umur yang masih terbilang muda, yaitu 40 tahun. Seluruh kehidupan beliau baik jiwa, raga, dan hartanya  diabdikan untuk agama Islam yang bertujuan menegakkan kalimat Allah SWT. Beliau berjuang tanpa mengenal lelah, putus asa, dan takut, walaupun banyak rintangan dan halangan menghadang beliau. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebuah buku menyebut namanya sebagai orang nomor satu paling berpengaruh di dunia.
Pemuda-pemuda Islam yang lain seperti pemuda Ashabul Kahfi, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Arqam bin Abil Arqam, Zaid bin Tsabit, Umar bin Khattab, Abdurrahman bin Auf, dan sebagainya sudah memiliki kemampuan yang hebat, memiliki fisik yang kuat, memiliki kekuatan akal akan kebaikan idealisme, semangat untuk berubah, rela berkorban, bergerak dan berkontribusi bagi agamanya, bangsanya, dan negaranya. Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya.
Perbandingan keadaan pemuda Islam dahulu dan saat ini sangat berbeda. Budaya acuh dan dan pragmatisme semakin meluas sehingga  sebagian pemuda terjebak dalam kehidupan hedonis, serba instan, sedikit kontribusi, dan lepas  dari idealisme sosial dan membentuk gerakan apatis dan antisosial pada orang lain. Padahal, pemuda Islam sangat dibutuhkan keberadaannya, pemuda merupakan tumpuan umat ini. Perbaikan pemuda berarti adalah perbaikan umat. Ini berarti pemuda Islam sangat  dibutuhkan dalam fenomena degradasi moral yang terjadi.
Pemuda Islam dalam hal ini memiliki peranan penting dalam membentuk moral dan etika yang baik negara ini. Pemuda Islam harus segera berbenah, berubah dan bertindak untuk melakukan perbaikan.
Kedua, mensinergikan trilogi pendidikan. Keseimbangan pelaksanaan dan pendidikan akhlak dalam lingkup pendidikan in formal, formal dan non formal adalah upaya terbaik untuk membentuk akhlak dan budi pekerti yang baik. Pendidikan in formal sebagai “sekolah” pertama sekaligus fondasi bagi pembentukan perilaku manusia. Karena dari pendidikan yang baik dalam keluarga, maka akan menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter. Pendidikan formal menjadi “sekolah resmi” bagi seseorang untuk mengembangkan bakat dan potensinya. Sedangkan pendidikan non formal menjadi wahana interaksi dan pengasah bagi perilaku dan pengembangan bakat dan potensinya. Wallahu A`lam.







[1]  Artikel untuk Rubrik Cermin Hati Jawa Pos Radar Kudus, 3 Mei 2013.
[2] Dosen Jurusan Tarbiyah STAI Pati dan juga mahasiswa Program Doktor Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang.

Comments

Popular posts from this blog

Hijrah Momentum Perubahan