Makna Kemerdekaan


Makna Kemerdekaan[1]
Oleh: Ahmad Fatah, S.Pd.I, M.S.I[2]


Enam puluh tujuh tahun silam Indonesia memproklamirkan diri sebagai Negara merdeka dan berdaulat. Proklamasi kemerdekaan tersebut terjadi pada hari Jumat Legi 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, bertepatan dengan 9 Ramadan 1364 Hijriyyah. Pada tahun ini peringatan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia juga bertepatan dengan bulan yang penuh ampunan, yaitu bulan Ramadan, tepatnya hari Jumat Pon 28 Ramadan 1433 Hijriyyah. Ini adalah dua moment yang sangat berharga, bulan Agustus identik dengan pembebasan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan, sedangkan Ramadan identik dengan pembebasan manusia dari belenggu hawa nafsu.

Secara bahasa merdeka berarti bebas dari penghambaan, penjajahan, tidak terikat atau tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; atau leluasa. Merdeka berarti bebas dari penjajahan, bebeas dari kekuasaan, bebas dari intimidasi, bebas dari belenggu nilai dan budaya yang menjerumuskan manusia ke lembah kehinaan. Setiap manusia yang lahir di dunia semuanya adalah mahluk merdeka, para bayi yang terlahir hanya terikat oleh ikatan yang Allah ridhai (kondisi fitrah), sebagaimana firman Allah dalam Surat al-A`raf: 172, “allah sudah mengambil perjanjian perikatan dengan manusia ketika dalam sulbi ibunya bahwa manusia hanya mau terikat dengan Allah, mengakui keberadaan Allah dan siap melaksanakan semua perintah dan menjauhi larangan Allah tidak lainnya.”

Namun dalam perjalanan manusia seringkali lupa dengan apa yang sudah menjadi perjanjiannya dengan Allah dan dengan sengaja menjerumuskan dirinya pada lembah kenistaan. Manusia yang diberi potensi fitrah, justru menjatuhkan dirinya kepada belenggu kebodohannya dengan membuat perjanjian kepada selain Allah. Manusia menyekutukan Allah dengan menghambakan dirinya kepada selain Allah. Demikian juga, manusia yang diberi kuasa untuk mengendalikan nafsu, justru menghambakan dirinya kapada hawa nafsunya. Manusia tidak lagi memiliki kemerdekaan atas dirinya, akal dan hati nuraninya terbelenggu oleh kungkungan hawa nafsu. Akibatnya, kehidupan manusia akan senantiasa dijajah dan diperbudak oleh hawa nafsunya yang penuh dengan kesyirikan, kekufuran, kemunkaran dan kemaksiatan.

Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw datang membawa pesan dan misi kemerdekaan manusia. Islam mengajak manusia agar memebebaskan diri dari belenggu jahiliyyah dan kemusyrikan kepada Allah, membebaskan manusia dari belenggu nafsu syaithaniyyah, membebaskan manusia dari segala bentuk perbudakan. Islam mengembalikan kemerdekaan manusia atas dirinya, menjadikannya sebagai manusia yang sepurna dan menempatkannya pada kedudukan yang agung dan mulia.

Sejalan dengan misi pembebasan  yang dibawa oleh Islam, hadirnya Rahmat kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia mestinya tidak hanya sekedar proses pergantian pemerintahan dari negara penjajah kepada negara Indonesia atau sekedar bebas dari penjajahan. Kemerdekaan bangsa Indonesia harus dimaknai dengan pembebasan rakyat dari kesewenang-wenangan menuju keadilan, pembebasan kehidupan dari kemiskinan dan kesengsaraan menuju kesejahteraan dan kemakmuran, pembebasan rakyat dari kebodohan dan kejahiliyyahan menuju kepada masyarakat yang cerdas; pembebasan akal budi rakyatnya dari keruntuhan akhlak dan pelanggaran moral dan etika kepada pembentukan nilai-nilai murni dan akhlak tinggi; pembebasan rakyat dari belenggu kemiskinan menuju kehidupan sejahtera dan kemakmuran.

Dalam konteks diatas, maka pada hakikatnya kemerdekaan yang telah kita raih selama 67 tahun yang lalu belumlah usai. Masih banyak tugas dan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar kemerdekaan benar-benar terwujud. Oleh karena itu diperlukan kerja keras dan upaya sungguh-sungguh dari seluruh komponen bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.

Upaya yang lebih penting adalah perlunya komitmen yang kuat dan keteguhan tekad dari seluruh aparatur penyelenggara negara mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat untuk menciptakan good and clean governance  (tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih). Setiap aparatur negara harus menyadari bahwa sesungguhnya dirinya adalah abdi negara yang berkewajiban memeberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada rakyat, bersikap adil dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.

Mudah-mudahan momentum kemerdekaan yang bertepatan dengan bulan Ramadan benar-benar menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan hakikat kemerdekaan bagi seluruh tumpah darah Indonesia.
Wallahu A`lam bish Showab.



[1]  Artikel Mutiara Ramadan di Jawa Pos Radar Kudus, Senin 17 Agustus 2010.
[2] Alumni Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus tahun 2002, memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dari Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus tahun 2007 dengan predikat Wisudawan Terbaik dan menyelesaikan Program Magister Studi Islam dari Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang tahun 2009. Penulis adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Pati (STAIP) sejak 2009-sekarang dan Dosen Luar Biasa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus sejak 2004-sekarang. Penulis juga mendapatkan Penghargaan dari Bupati Kudus sebagai Juara Pemuda Pelopor Kabupaten Kudus untuk Kategori Pendidikan, 28 Oktober 2011.



Comments

Popular posts from this blog

Hijrah Momentum Perubahan