Puasa Ramadan: Rutinitas Ritual dan Kebermaknaan Sosial
Puasa Ramadhan: Rutinitas Ritual dan Kebermaknaan Sosial
Oleh: Ahmad Fatah, S.Pd.I, M.S.I
(Dosen Jurusan Tarbiyah STAI Pati, Pemuda Pelopor Kabupaten Kudus tahun 2011)
Datangnya bulan Ramadhan banyak dinanti oleh semua kalangan. Orang Islam tidak hanya menanti tetapi sekaligus bersuka cita dan mengisi bulan yang penuh berkah ini dengan berbagai macam amalan. Puasa merupakan ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam. Dalam bahasa Arab bahasa disebut shaum atau shiyam. Secara bahasa puasa berarti menahan diri, sedangkan menurut istilah puasa berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari fajar shadiq sampai terbenamnya matahari disertai dengan syarat-syarat tertentu. Puasa dalam pengertian inilah yang dilakukan oleh umat Islam sebagai rutinitas ritual yang wajib.
Puasa Ramadhan, disatu sisi melatih kita secara fisik dengan jalan menahan lapar, dahaga serta nafsu-nafsu yang lain. Di sisi lain puasa juga memiliki dimensi spiritual dan kebermaknaan sosial yang dalam jika dipahami dengan benar. Dengan berpuasa keyakinan umat manusia didalam hal teologi relijius akan menjadi kuat, sehingga akan berpengaruh didalam peningkatan ibadah dan intensitas amalan-amalan lainnya seperti shalat tarawih, tadarus al Qur`an dan bersedekah. Semua rutinitas ritual ini tentu mendapat legitimasi pahala dan berkah di bulan penuh ampunan ini. Akan tetapi akan lebih ideal jika semua ini memiliki kebermaknaan sosial, karena Islam hadir dimuka bumi juga dalam rangka merespon gejala sosial sekaligus memberi tatanan sosial yang baik.
Dalam al Qur`an disebutkan bahwa tujuan berpuasa adalah untuk bertaqwa (al Baqarah 2: 183). Sedangkan taqwa menurut al Qur`an, bukan saja meliputi dimensi keakhiratan atau hanya hubungan manusia dengan Tuhannya saja, namun juga meliputi hubungan manusia dengan manusia (al Baqarah 2: 177). Sebagai contoh, dalam ayat tersebut indikator taqwa adalah menepati janji (walmufuna biahdihim). Di barat, ungkapan keep your promise sangat populer, yang juga merupakan konsep etika sosial yang sangat penting.
Indikator taqwa yang lain adalah menginfaqkan sebagian hartanya (al Baqarah 2: 2). Indikator taqwa yang satu ini adalah merupakan wujud kepekaan dan kepedulian sosial terhadap sesama manusia. Jadi dengan berbagi terhadap sesama puasa seseorang akan lebih berarti. Pada bulan yang penuh berkah ini tentunya berbagai kalangan banyak menyelenggarakan acara sosial baik dalam bentuk berbuka puasa bersama, santunan anak yatim dan dhu`afa`, maupun acara-acara yang lain. Disamping itu masih ada beberapa indikator taqwa, diantaranya iman terhadap hal yang ghaib, mendirikan shalat, pamaaf dan lain sebagainya.
Dari dimensi yang berbeda, ibadah bulan ramadhan ini merupakan suatu sistem. Karena itu kalau kita ingin memahaminya tentu harus dengan pemahaman yang sistemik. Maksudnya adalah ibadah-ibadah yang ada dalam bulan ramadhan tidak hanya terdiri atas puasa, akan tetapi juga meliputi ibadah-ibadah lain seperti shalat tarawih, shalat witir, dzikir, tadarus al Qur`an, mengeluarkan infaq, sedekah dan zakat. Hal ini berarti rangkaian ibadah di bulan ramadhan banyak memiliki kebermaknaan sosial diantaranya kebersamaan, kepekaan sosial, kesabaran, toleransi, menepati janji, empati dan simpati terhadap sesama.
Secara falsafi puasa juga berarti pengendalian diri. Hal ini berarti juga berarti puasa merupakan miniatur dari pengendalian sosial. Pengendalian diri ini sangat penting, karena banyak kasus dan konflik sosial yang ada disebabkan karena tidak adanya pengendalian diri. Sudah barang tentu pengendalian diri ini harus menjiwai dari berbagai aspek kehidupan dan bukan hanya pada saat bulan ramadhan saja.
Selanjutnya, hal yang sangat penting dalam kebermaknaan puasa adalah agar mampu berempati sekaligus bersimpati terhadap penderitaan sesama. Lapar dan dahaga tidak hanya dimkanai sebagai kewajiban ritual saja, tetapi juga dihayati dan dipahami agar mampu untuk memiliki kepekaan sosial dan berbagi terhadap sesama. Kepekaan sosial dan berbagi terhadap sesama tentu tidak hanya diwujudkan dengan pemberian infaq, sedekah, dan zakat saja, akan tetapi diimbangi dengan sifat-sifat pengamal puasa yaitu sabar, toleran, menepati janji, disiplin dan penuh dengan kebersamaan. Dengan memahami puasa secara komprehensif sebagai rutinitas ritual sekaligus kebermaknaan sosial, cita-cita Islam sebagai agama yang Rahmatan lil `Alamin akan terwujud. Amin. Wallahu A`lam bish Showab.
Comments
Post a Comment